top of page

Negara dan Agama

 

Fasilitator: A. Luhur Prianto, S.IP, M.Si

 

Negara dan Agama merupakan suatu institusi. Negara ataupun Agama masing-masing memiliki aturan yang menjadi pola perilaku masyarakat atau individu-individu yang berada dalam lingkaran institusi tersebut. Dalam sosiologi, institusi adalah suatu sistem nilai dan norma (aturan) dalam aktifitas kemasyarakatan. Hal ini menjadi perdebatan yang belum final karena sampai saat ini diskusi mengenai Negara dan Agama memunculkan konsep dengan sebutan “Negara Agama atau Agama Negara atau bahkan bukan keduanya (sekuler).” Rumusan dasar yang menjadi landasan untuk memahami hubungan negara dan agama, yaitu bagaimana hubungan negara dan agama dalam penentuan batasan-batasan atau dalam hal apa negara dapat mencampuri urusan agama ataupun sebaliknya? Serta bagaimana seharusnya relasi negara dan agama sehingga terjalin “hubungan mutualisme” antara keduanya?

Ada titik poin dalam memahami hubungan negara dan agama, pertama Integration menekankan pada pemahaman bahwa negara dan agama tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Mengingat integratif (baca:integrasi) memiliki makna, yaitu kesatuan. Jadi, negara dan agama menuju satu (kesatuan) tujuan kamaslahatan umat manusia. Kedua Intersection menenkankan pada sifat saling membutuhkan, negara membutuhkan agama dan begitu pula sebaliknya agama membutuhkan negara. Ketiga, Separation menekankan pada istilah pemisahan atau yang sering disebut dengan sekuler (pemisahan negara dan agama).

Negara Agama, yaitu negara yang menjadikan agama sebagai landasan atau sistem nilai dan norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya, di beberapa negara Islam, seperti Arab Saudi, Yordania, Brunei Darussalam, Republik Islam Pakistan, dan sejumlah negara lainnya. Meskipun, tidak secara keseluruhan negara-negara tersebut merupakan negara yang sistem dan bentuk pemerintahannya sama, sekalipun negara tersebut menganut kerajaan ataupun republic yang demokratis jika semua penerapan itu berlandaskan Al-Quran dan Hadist maka itulah yang disebut negara agama.

Pada zaman yang disebut dengan dark age atau periode kegelapan adalah masa yang terbentang selama “abad pertengahan”, yakni masa masyarakat Eropa didominiasi oleh pemerintahan dan kekuasaan agama. Pada zaman feodalisme di Eropa, kekuasaan memang terpusat pada sang raja, tetapi juga terbagi di kalangan para bangsawan di daerah-daerah. Suksesi dalam sistem kultur monarki-aristokrasi pasti berdasarkan darah keturunan. Berkat hubungan timbal balik antara tanah dan upeti, para bangsawan bukan hanya kebagian kekayaan, tetapi juga kekuasaan dan kehormatan. Pada zaman feodalisme, loyalitas kepada raja identik dengan loyalitas kepada negara. Bukankah raja adalah segala-galanya, kedaulatan berada di tangan raja sebagai wakil Tuhan di dunia. Zaman ini yang menerapkan apa yang disebut dengan konsep Negara Agama

Di Indonesia sendiri, khususnya di Aceh telah menerapkan konsep dan sistem seperti ini, terdapat aturan-aturan yang dapat dibuat sendiri oleh pemerintahan Aceh, disebut dengan Qanun yang sama halnya Undang-Undang. Namun, kadang kala aturan ini kontradiksi dengan apa yang menjadi konstitusi dasar di Indonesia, sebagai contoh misalnya Penggunaan Rok dan Jilbab di Aceh. Padahal tidak satupun pasal yang menghendaki adanya aturan tersebut di daerah wilayah Indonesia.

Agama Negara, yaitu negara yang menerima keseluruhan agama secara resmi dengan dasar menjalankan keyakinan masing-masing agama, konsep ini seringkali menjadikan agama sebagai kepentingan seremonial, karena segala aturan dan nilai tidak sepenuhnya berdasarkan kitab suci, namun dalam pengambilan keputusan mempertimbangkan segala dasar pemikiran masyarakat homogen (agama) jadi terlihat bersifat demokratis.

Negara Sekuler, untuk mendefisinikan negara sekuler sebagai konsep pemisahan negara dan agama menjadi hal yang sulit untuk ditetapkan mengingat bahwa untuk menemukan suatu negara yang didalamnya betul-betul terpisah dengan agama menjadi hal mustahil. Terlebih lagi, dalam praktek ketatanegaraan tidak akan terlepas dari agama, sebagai contoh misalnya ketika melantik seorang pejabat negara diwajibkan untuk diambil sumpahnya, yang notabenenya mengisyaratkan bahwa terdapat agama didalamnya.

Meskipun demikian, untuk mendefinisikan negara sekuler sebagai konsep negara yang mengupayakan atau menghindari kerancuan antara negara dan agama lalu urusan pemerintahan diberikan kepada para pemerintah khususnya pihak eksekutif dan agama diberikan kepada pemimpin agama masing-masing, maka negara-negara seperti ini banyak kita temukan.

Sebagai kesimpulan, negara dan agama suatu institusi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, mengingat negara dan agama sama-sama tersusun atas nilai dan norma yang mengantarkan kepada tujuan kemaslahatan umat, untuk memahami lebih mendalam mengenai agama dan negara perlu adanya analisis (diskusi) dari sudur pandang historis dengan rumusan dasar Agama yang membentuk negara atau negara yang membentuk agama?

© 2014 by Himapem FISIP Unhas. Supported by  Wix.com

 No. 8 EdisiE Septeededewdwdswember

bottom of page